Penguatan Kinerja Guru melalui Pendampingan KKG di Kota Makassar
Peningkatan mutu
pembelajaran, sebagai bagian integral dari reformasi pendidikan nasional, saat
ini seharusnya telah memasuki fase transformasi yang ditandai dengan perbaikan
menyeluruh pada keseluruhan komponen dan aspek pendukungnya sehingga efektif mendukung
pencapaian pendidikan nasional.
Melalui UU. No. 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, pundamental pendidikan yang etatis telah beralih ke
pemberdayaan dimana unit terkecil pembelajaran yaitu kelas berkekuatan untuk
mengembangkan metode, strategi maupun taktik untuk mencapai tujuan pembelajaran
yang sesuai dan dibutuhkan. Secara nasional, perubahan tersebut telah direspon
dengan perubahan-perubahan hingga ke lingkup mikro pendidikan seperti kurikulum
(Miarso, 2009: 283).
Kurikulum 2013 yang
dicanangkan sejak tahun 2012 adalah salah satu komponen penting transformasi tersebut.
Kurikulum 2013 pada hakekatnya adalah upaya terpadu untuk merekonstruksi
kompetensi lulusan dengan materi atau bahan; dengan proses pembelajaran; dan dengan
evaluasi pembelajaran. Setelah mengalami uji coba dan implementasi pada sekolah
di wilayah terbatas, kurikulum 2013 ternyata dipandang belum siap sehingga
memaksa pemerintah untuk menunda implementasinya sampai dipandang cukup untuk
didifusikan ke setiap sekolah dalam skala nasional.
Upaya difusi dalam
skala nasional bukanlah perkara mudah untuk dilakukan. Faktor-faktor adopsi terhadap
diferensiasi baik geografis maupun demografis adalah faktor-faktor klasik yang penting
diperhatikan selain faktor-faktor yang secara global mempengaruhi politik
pendidikan secara global sehingga suatu perubahan dapat diimplementasi secara
paripurna (Cummings, 2010: 19-20). Secara teori, karakterisasi persepsi adopter
terhadap suatu inovasi adalah kunci penting suatu perubahan dapat didifusikan. Artinya,
pendidikan dan pelatihan yang tidak disertai dengan pendampingan berkelanjutan
sulit diharapkan dapat mengoptimalkan peranan guru dalam mencapai tujuan
kurikulum.
Secara sederhana,
pendampingan berkelanjutan guru dimaksudkan sebagai upaya sekelompok
profesional pembelajaran untuk memfasilitasi guru agar dapat menguasai
kompetensi profesionalnya dalam suatu paket pendampingan pembelajaran yang
disusun secara terpadu (Fullan, 2007: 102). Terpadu (holism) adalah pendekatan yang menempatkan tiga aspek utama pembelajaran:
teknis seperti metode pembelajaran, instrumental seperti perangkat
pembelajaran, dan psikologis seperti kepercayaan diri guru sebagai suatu
kesatuan utuh untuk mendukung pencapaian tujuan.
Aspek utama di atas
seharusnya tampak dalam kinerja guru sehingga mereka mampu mengampuh
pembelajaran secara efektif. Efektifasi pengampuhan itu menjadi ciri dasar guru
profesional yang oleh Fullan (Hawley, 2007: 8-9) disebut sebagai perkembangan
profesional yang substantif menopang perkembangan karir guru, mengorganisasi
sekolah sebagai pendukung komunitas belajar dan upaya mereformasi lembaga
pendidikan dan keguruan.
Faktanya, pola
pelatihan guru belum tampak cukup memberi dampak menyeluruh bagi perbaikan mutu
pembelajaran. Salah satu faktornya adalah diskrepansi yang cukup lebar antara
pengalaman individual guru dengan yang apa semestinya dia capai dalam
pembelajaran (Clayden, et all., 2003: 103-104). Beberapa guru dalam kelompok
mata pelajaran telah mengalami perubahan namun masih sulit untuk mengendalikan
kelas agar benar-benar mencapai tujuan dengan baik. Ditengarai permasalahan
implementasi terletak pada intensitas pelatihan yang tidak disertai dengan
monitoring yang efektif karena keterbatasan personil pelatih dan atau pengawas (Kirby,
2004: 6).
Akan halnya KKG PAI
yang menjadi sasaran penelitian ini yang dipilih dari guru-guru PAI Sekolah
Dasar yang tergabung pada dua kelompok yang dibagi berdasarkan kedekatan
wilayah sekolah. Masing-masing KKG PAI beranggotakan guru-guru PAI yang berasal
dari madrasah dan sekolah umum yang ada dalam wilayahnya baik negeri maupun
swasta. Program kegiatan KKG ini dikoordinasi oleh Kepala Seksi PAI di Kantor pada
Kementerian Agama Kota Makassar yang secara berkala menjadwalkan pertemuan
anggota yang pada umumnya membicarakan persoalan pembelajaran. Dalam pertemuan
itu biasanya dihadiri oleh seorang pengawas dan tamu ahli dari perguruan tinggi
atau instansi lain yang kompeten. Pola pelatihan ini oleh pengawas dianggap belum
memadai sehingga membutuhkan pola lain yang lebih intensif.
Ajuan program ini diformulasi dalam tema
“pendampingan berkelanjutan”. Ide pokok dari terminologi ini adalah, guru yang
tergabung dalam KKG PAI akan didampingi dengan cara difasilitasi oleh seorang
atau beberapa orang pendamping untuk mengeksplorasi pemahaman awalnya tentang
pembelajaran. Fasilitasi tersebut akan dilanjutkan dalam proses pengembangan
pembelajaran oleh guru termasuk mendampingi mereka dalam mensimulasi hasilnya
dalam lingkup terbatas. Pendampingan tersebut masih berlanjut hingga
implementasinya di dalam kelas hingga selesai melakukan pembelajaran. Pasca
pembelajaran, guru difasilitasi untuk melakukan refleksi atas pengalaman
pembelajarannya termasuk melakukan evaluasi atas aktifitas itu. Kesimpulannya,
aktifitas pendampingan akan dilakukan dengan model in-out-in, yaitu suatu pola pendampingan yang memadukan antara
pendampingan in-class dan out-class. In-class adalah ruang yang
digunakan bersama oleh pendamping dan guru KKG untuk berbagi pengalaman (shared experience) baik teori maupun
menunjukkan best practices pembelajaran.
Out-class adalah ruang yang digunakan
oleh guru KKG PAI untuk mengimplementasi rancangannya pada fase in-class. Sejelasnya dapat dilihat pada gambar
1.1.
Tujuan utama
penelitian ini adalah meningkatkan kinerja guru di dalam pembelajaran melalui
kegiatan pendampingan berkelanjutan. Turunan dari tujuan ini meliputi: (1) mengidentifikasi
permasalahan pembelajaran guru dalam mata pelajaran PAI pada KKG Rappocini; (2)
mengenalkan teknologi pembelajaran sederhana kepada guru PAI pada KKG Rappocini
untuk digunakan dalam menyelesaikan permasalahan kelasnya; (3) mengoptimalkan
penggunaan teknologi pembelajaran sederhana kepada guru PAI pada KKG Rappocini
dalam rangka meningkatkan kinerja pembelajaran.
Kinerja pembelajaran
adalah salah satu peran selain kompetensi pengajaran yang harus dikuasai oleh
guru. Mitrani (1995: 131) mendefinisikan kinerja descriptor untuk
menjelaskan kemampuan seseorang untuk memainkan perannya dalam penyelenggaraan
strategi organisasi, baik dalam mencapai sasaran-sasaran khusus yang
berhubungan dengan peranan perseorangan, dan atau dengan memperlihatkan
kompetensi-kompetensi yang dinyatakan relevan bagi organisasi, apakah dalam
suatu peranan tertentu, atau secara lebih umum.
McClelland (1971: 46)
mendefinisikan kinerja sebagai cerminan dari keseluruhan cara
seseorang dalam menetapkan tujuan prestasinya.
Seorang guru yang baik bekerja dengan perencanaan-perencanaan yang
matang sehingga tujuan yang direncanakan dapat tercapai. Perbedaan kinerja antara
seseorang dengan yang lain dalam suatu situasi kerja adalah karena perbedaan
karakteristik dari individu.
Penelitian ini dirancang
dengan mengikuti pola penelitian tindakan atau action research (AR). Seperti lazimnya AR, penelitian ini dilakukan
dengan mengikuti siklus pencapaian tujuan penelitian yang pada umumnya melalui
proses reflecting dan action. Secara operasional, kedua
prosedur tersebut diimplemetasi dalam lima tahapan: need assessment, enhancing performance, plan, do dan see.
Dua tahap pertama merupakan persiapan untuk
melakukan action yang berarti plan, do dan see merupakan inti
tindakan penelitian. Need assessment
adalah tahap mengenal permasalahan subjek terkait kinerja yang wajib
diampuhnya. Enhancing performance adalah
tahap membekali subjek berbagai keterampilan pembelajaran untuk dia gunakan
dalam merancang pembelajaran.
Plan
adalah tahap merancang kegiatan pembelajaran
berdasar temuan permasalahan pada tahap sebelumnya. Kegiatan ini meliputi 3 (tiga) kegiatan mendasar: analisis
instruksional; desain instruksional; dan, mengembangkan hasilnya ke dalam
rancangan pembelajaran. Hasil rencana
itu kemudian dilanjuti dengan rancangan kegiatan tahapan selanjutnya, do.
Do adalah kegiatan dimana subjek dan peneliti
berkolaborasi dalam mengaktualisasi rancangan melalui simulasi pembelajaran di
dalam kelas. Kegiatannya meliputi: melaksanakan pembelajaran sesuai desain yang
direncanakan sebelumnya; dan, merefleksikan pengalaman pembelajaran. Dua
kegiatan inti ini dalam rancangan penelitian ini dikategorikan sebagai kegiatan
out class.
Setelah kegiatan do, peneliti dan subjek kembali ke dalam kelas (in class) untuk melihat (see)
hasil simulasi nyata di dalam ruang kelas sekolah yang dipilih. Kegiatan
ini secara umum melakukan: penilaian kinerja pembelajaran; menemukan praktek
terbaik (best practices) pembelajaran;
dan, mengevaluasi pencapaian tujuan pembelajaran.
HASIL PENELITIAN
Dalam kegiataan need assessment diperoleh
fakta: (1) Guru SD PAI dalam KKG PAI Rappocini tidak memperoleh kesempatan yang
sama dengan KKG guru mata pelajaran lain terutama mata pelajaran umum untuk
mengikuti pelatihan peningkatan kompetensi dan kinerja pembelajaran; (2) Guru
SD PAI dalam KKG PAI Rappocini telah memiliki struktur organisasi dan rencana
kerja namun kesulitan mengimplementasinya secara efektif karena kurangnya
tenaga pelatih atau pendamping ahli dalam bidang PAI; (3) Guru SD PAI dalam KKG
PAI Rappocini membutuhkan pendamping atau pelatih ahli dalam pelatihan peningkatan
keahlian professional guru; (4) Konten pelatihan peningkatan keahlian
profesional dalam KKG PAI dirasakan belum cukup untuk meningkatkan keterampilan
pengelolaan pembelajaran yang mendukung peningkatan kinerja mereka di dalam
kelas.
Proses mengungkap permasalahan dilakukan dengan mengelompokkan guru
dalam kelompok terbatas dimana berkesempatan untuk membagi pengalamannya dengan
guru lain dari sekolah berbeda. Pengalaman berbagi ditemukan bukan hal mudah
bagi guru. Dalam KKG umumnya guru berbagi keluh dan kesah. Dalam proses ini
mereka berbagi pengalaman mengunjuk kinerja. Beberapa guru tampak tidak terbuka
dan cenderung menyembunyikan pengalaman sebenarnya sehingga makin menantang
untuk mendalaminya. Mensiasati itu, dilakukan regrouping dimana guru dikelompokkan kembali berdasarkan asal
sekolahnya.
Tampak kelompok baru ini lebih terbuka. Antara satu guru dengan guru
lainnya terlihat lebih nyaman menyampaikan pengalamannya. Jika diidentifikasi,
permasalahan guru menjurus pada arah yang sama: (1) relatif sulit mengembangkan
indikator kompetensi pembelajaran; (2) relatif sulit menngembangkan strategi
pembelajaran (metode, media dan penggunaan waktu) secara tepat sehingga relatif
dominan menggunakan strategi konvensional dalam pembelajaran; (3) relatif sulit
mensinkronkan antara kompentensi yang akan dicapai dengan bahan dan sumber
pembelajaran yang sesuai; (4) relatif sulit mengembangkan sistim evaluasi
otentik di dalam pembelajaran; (5) relatif sulit mensinkronkan kegiatan kelas
dengan penguatan budaya literasi di sekolah.
Terhadap permasalahan-permasalahan di atas, dirancang kegiatan lanjutan
berupa pelatihan untuk mendorong peningkatan kinerja pembelajaran (enhancing performance). Kegiatan ini
hakikatnya adalah abstraksi dari penilaian kebutuhan yang dilakukan pada siklus
sebelumnya yang tujuan utamanya adalah mendorong kinerja guru melalui aktifitas
KKG PAI. Strategi ini ditempuh dengan harapan peserta pelatihan memiliki
komitmen dan kepercayaan diri untuk menyelenggarakan kegiatan lanjutan dalam
KKG pasca pelatihan.
Merujuk kepada Anderson (1984: 598) faktor individu dan faktor
situasi dipertmbangkan untuk mengoptimalkan kinerja dimaksud. Faktanya,
jika seseorang melihat kinerja tinggi merupakan jalur untuk memenuhi
kebutuhannya, maka ia akan mengikuti jalur tersebut. Sedang factor situasi
merupakan hasil interaksi antara motivasi dengan kemampuan dasar. Artinya,
jika individu memiliki motivasi tinggi namun kemampuan dasarnya rendah,
maka dia akan menunjukkan kinerja rendah. Demikian pula, jika kemampuan
tinggi dan motivasi yang dimiliki rendah maka kinerja akan rendah, atau
sebaliknya.
Dalam hubungannya dengan guru, kinerja dapat didefinisikan sebagai upaya guru untuk
memaksimalkan perannya sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya dalam upaya
mencapai tujuan instruksional yang dapat diamati dalam pembelajaran.
Penghindaran atas lemahnya motivasi guru dalam mengunjuk kinerjanya
disiasati dengan membuka ruang seluas-luasnya kepada guru agar dapat
berkontribusi secara maksimal di dalam pelatihan (Weigel, et al dalam Khin dan
Saleh, 2010: 17). Abai atas aspek partisipasi ini akan berakibat pada lemahnya
kemampuan guru untuk mengabtraksi situasinya secara optimal yang berguna
baginya mencapai tujuan-tujuan tertentu pasca pendampingan (McKenzie, 2005: 6).
Kegiatan yang dihadiri oleh Pengawas Guru SD Kecamatan Rappocini dan
dibuka oleh Kepala Sekolah SDN Inpres Aroepala ini diikuti oleh 30 orang Guru PAI.
Pelatihan meliputi materi pengelolaan pembelajaran efektif yang muatannya
meliputi: (1) pengelolaan kelas yang efektif, (2) active learning, dan (3) keterampilan membaca bermakna.
Ketiga materi di atas dimaksudkan untuk memberi pengalaman kepada guru
untuk menciptakan 4 (empat) pilar dasar penciptaan lingkungan belajar di
sekolah: available (dapat disiapkan),
accessible (dapat digapai), acceptable (dapat diterima), dan adaptable (dapat diadaptasi) (UNESCO,
2013: 7-8).
Pada materi pengelolaan kelas efektif tampak bahwa guru PAI terbiasa menyelenggarakan
pembelajaran satu arah, yaitu guru menyampaikan materi dan siswa menerima.
Dalam relasi itu, guru menjadi sumber utama baik dalam menentukan atau
menginterpretasi isi bahan. Akibatnya, hasil yang dicapai tidak optimal
mencapai tujuan pembelajaran. Selain itu, patronase yang diakibatkannya menjadikan
siswa jadi penghapal bahan dan tidak jarang kehilangan atensi belajar.
Melalui materi ini, kepada guru dikenalkan teknik-teknik pembelajaran
berbasis meaningfull ditambah teknik
pengelolaan kelas yang relevan dengan pembelajaran berbasis kelas seperti
halnya mata pelajaran PAI. Melalui materi ini, guru dapat mengidentifikasi
perannya dan peran siswa secara proporsional dalam aktifitas pembelajaran (Yusuf,
2015: 251). Melalui materi ini, guru juga dilatih mengorganisasi kelompok
belajar siswa yang sangat penting dalam menyelenggarakan pembejaran berbasis
aktifitas (active learning).
Aktifitas membaca bermakna dilatihkan khusus agar guru mampu memiliki
kemampuan memahamkan teks kepada peserta didik sekaligus mendukung program
budaya baca di sekolah.
Kegiatan membaca pada hakikatnya adalah program yang dirancang agar
peserta didik melakukan aktifitas membaca. Beberapa keterampilan dasar dalam
aktifitas ini dilatihkan seperti keterampilan memprediksi teks, keterampilan
pemahaman kalimat, keterampilan pemahaman kosa kata sulit (termasuk mengenal
tanda baca dan intonasi), keterampilan merangkum dalam bentuk verbal dan
tulisan.
Kegiatan membaca pemahaman meliputi membaca bersama dan membaca
terbimbing. Kegiatan ini bertujuan membekali guru keterampilan pembelajaran
untuk memfasilitasi siswa kemampuan analisis melalui bacaan seperti memahami
inti bacaaan, menduga, memprediksi, mempertanyakan dan menyimpulkan isi materi
bacaan.
Hasil pelatihan ini dijadikan referensi untuk menyusun perencanaan (plan) pembelajaran. Peserta didorong
untuk menghasilkan suatu rancangan yang meliputi: (1) pengelolaan pembelajaran
efektif; (2) penyelenggaraan pembelajaran aktif dan kreatif; (3) penyelenggaraan
pembelajaran dengan pendekatan saintifik; (4) pengembangan pembelajaran project based dan inquiry based; (5) pemilihan
media pembelajaran yang sesuai; (6) pengelolaan lembar kerja siswa untuk mencapai
kompetensi pembelajaran; (7) mengembangkan kepemimpinan dalam pembelajaran; (8)
persiapan praktek pembelajaran.
Efektivasi atas kinerja tersebut, guru dikelompokkan berdasarkan kelas
dan unit tugasnya masing-masing. Terkait dengan persiapan praktik mengajar,
kelompok dibagi dalam 10 rombel dan tiap kelas terdiri dari kelas 1, 2, 3 dan 4
masing-masing 2 rombel dengan mengacu pada gugus kelompok guru sehingga mudah
dikoordinasi. Di dalam kelompok, guru berdiskusi dengan pasangannya, menyesuaikan
berbagai komponen desain, menghubungkan dan memastikan relevansinya satu sama
lain. Hasilnya kemudian dikembangkan menjadi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) yang siap digunakan dalam praktek mengajar sekanjutnya.
Setelah tiba pada waktu yang disepakati, para guru berkumpul di SDN IKIP
1 Kecamatan Rappocini untuk memeriksa, mereviu dan menyempurnakan rancangan
untuk selanjutnya dipraktekkan melalui kegiatan simulasi. Dalam tahap do (melakukan) ini intinya untuk
mengamati secara seksama aspek kesesuaian dan praktis perencanaan yang telah
disusun sebelumnya secara berkelompok.
Prosesnya didahului dengan memeriksa setiap komponen berdasarkan
instrumen Daftar Periksa Pengkajian
Perangkat Pembelajaran (DP3) yang disiapkan peneliti. Daftar periksa
tersebut digunakan untuk menyisir komponennya satu persatu oleh guru di dalam
kelompoknya. Instrumen ini juga digunakan oleh kelompok untuk menilai RPP
dengan teknik karya kunjung, yaitu karya kelompok lain diperiksa dan dinilai
oleh kelompok berbeda. Kelompok kemudian merevisi seperlunya dan hasilnya
dipresentasikan dimana peserta lain diberi kesempatan menanggapinya. Kegiatan
ini diakhiri dengan penguatan oleh pendamping.
Kegiatan selanjutnya adalah simulasi pembelajaran yang didesain dengan
model lesson learn. Dalam model ini,
setiap guru berpasangan dengan guru lainnya. Mereka berkolaborasi dalam
merancang dan mengembangkan pembelajarannya secara tim. Dalam praktik simulasi,
mereka menentukan perannya masing-masing; ada yang bertindak sebagai guru dan
lainnya sebagai observer. Untuk
membantu peserta dalam simulasi tersebut, disiapkan lembar amatan sehingga
pengamatan dapat lebih terarah.
Setelah simulasi dilaksanakan, peserta diberi kesempatan menanggapi
sekaligus memberi input dengan harapan rancangan yang telah dipraktekkan
nantinya dapat digunakan secara maksimal pada tahap see. Beberapa catatan menunjukkan bahwa penggunaan kalimat
sederhana lebih efektif menyampaikan kepada tujuan pembelajaran. Penyesuaian
tata letak gambar serta komposisi warna dan kesesuaian dengan materi pada bahan
pembelajaran dapat menimbulkan ketertarikan tinggi pada siswa. Catatan lain
menunjukkan improvisasi berupa gerak perlu memperhatikan dimensi materialnya
agar siswa lebih mudah menangkap maksud dan tujuan itu. Selain itu ternyata ajuan
pertanyaan sederhana kepada siswa dibutuhkan untuk menambah konsentrasi dan
fokus.
Tahap do
ini diakhiri dengan meminta peserta atau subjek penelitian untuk menyiapkan
perangkat-perangkat pembelajaran untuk dibawa ke fase berikutnya, see yaitu fase mengajar yang
sesungguhnya, di dalam kelas dan dihadiri oleh siswa sesungguhnya.
Fase see
dilaksanakan di SD Inpres BTN Pemda Kecamatan Rappocini, Makassar. Seperti
halnya saat simulasi, rancangan pembelajaran nyata (real teaching) ini juga mengadopsi teknik lesson learn. Guru yang adalah subjek penelitian dan terlatih pada
siklus sebelumnya dikelompokkan dalam pasangan berdua.
Siklus see
dimulai dengan memberi kesempatan kepada para guru untuk memperaktekkan hasil
yang diperoleh pada siklus do sebelumnya.
Peserta dibagi dalam beberapa kelompok mengajar mulai kelas I sampai dengan V.
Sementara peserta yang menjadi pasangannya bertugas mengamati selama proses
berlangsung (peer teaching).
Proses selanjutnya adalah meriviu hasil
amatan guru observer. Secara umum
hasil amatan menunjukkan masih terlihatnya beberapa kelemahan performa guru,
diantaranya: (1) kaku terutama saat memulai pembelajaran; dan (2) tidak dapat
mengatur waktu dengan baik. Dua kelemahan tersebut secara umum diamati tidak
mengganggu keseluruhan proses pembelajaran sehingga disimpulkan hasil pelatihan
relatif dapat dipraktekkan di dalam pembelajaran.
Mengakhiri fase see ini, peserta diminta untuk mengevaluasi dan melakukan refleksi
atas semua pengalaman yang diperoleh selama mengikuti proyek ini. Hasilnya, beberapa
diakui masih ada kelemahan yang meskipun secara umum terasakan hasil yang lebih
memuaskan.
KESIMPULAN
Penelitian ini menyimpulkan sebagai
berikut:
1.
Kelompok KKG
PAI Kota Makassar jika didampingi secara berkelanjutan akan dapat compete dengan guru bidang studi lainnya.
2.
Siklus plan, do dan see efektif digunakan dalam perbaikan kinerja pembelajaran guru
berkelanjutan.
3.
Pengorganisasi
pelatihan peningkatan kinerja pembelajaran guru PAI perlu diintensifkan
sehingga mutu kualitas pembelajaran agama di sekolah-sekolah umum dapat
mencapai tujuan seperti yang diharapkan.
KEPUSTAKAAN
Anderson, N. H. 1984. “Performance =
Motivation and Ability: An Integration Theoritial Analysis”, Journal of
Personality and Social Psychology.
Clayden, et all. 2003. “Authentic Activity
and Learning” dalam Anna Craft (ed). Primary
Education: Assessing and Planning Learning. New York: Routledge.
Cummings, William K. 2010. “How Educational
Form and Reform” dalam Joseph Zajda dan Macleans A. Geo-Jaja (Eds), The Politics of Educational Reforms. New
York: Springer.
Fullan, Michael. 2007. The New Meaning of Educational Change. New York: Columbia
University Press.
-------------, “Educational Reform as
Continous Improvement” dalam Hawley, Willis D. (ed). 2007. The Keys to Effective Schools: Educational Reform as Continous
Improvement. London: Corwin Press.
Kirby, Sheila Nataraj., at all. Reforming Teacher Education. California:
Rand Corporation.
McClelland, D. C. Winter. 1972. Motivation Economic Achievement. New
York: The Free Press.
McKenzie, Walter. 2005. Multiple Intelligencies and Instructional Technology. Washington:
International Society for Technology in Education.
Miarso, Yusufhadi. 2009. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Prenada Media Grup.
Mitrani, et al. 1995. Manajemen Sumber Daya Manusia Berdasarkan Kompetensi. Jakarta:
Pustaka Utama Graffiti.
Moleong, Lexy J. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
UNESCO: Global Thematic Consultation on
Education and the Post-2015 Development Framework. “Making Education for All a
Reality”. Beyong 2015 Position Paper.
March 2013.
Weigel, Margaret, et al. 2010. “New Digital
Media and Their Potential Cognitive Impact on Youth Learning” dalam Myint Swe
Khine dan Isa M. Saleh. New Science of
Learning. New York: Springer.
Yusuf T., M. 2015. “Literasi Pengetahuan dan
Implikasinya terhadap Keterampilan Menulis”. Jurnal Lentera Pendidikan, Vol. 18 No. 2.
Komentar
Posting Komentar